Rabu, 26 Januari 2011

Proses dan Hasil

Tulisan ini dibuat setelah membaca blog dari seorang adik kelas. Saya salut dengan tulisannya. Sebagai orang yang paling bertanggung jawab, paling besar effortnya, ketika ada pandangan negatif dan tuntutan dari orang lain, tetap instropeksi diri dan mau berusaha lebih baik lagi.

Di situ ditulis bahwa ada pandangan negatif dan tuntutan dari orang lain sedangkan orang itu mungkin saja tidak mengerti apa-apa. Jelas ada rasa kecewa karena pengorbanan dan usaha yang dilakukan begitu besarnya tapi orang tidak tahu dan malah ada yang berpandangan negatif seakan dia tidak bertanggung jawab akan perbuatannya. Tetapi dia menulis "Ya Tuhan mungkin usaha saya masih kurang untuk menunjukan kesungguhan usaha saya selama ini dari awal, pertengahan, dan menuju akhir ini". Suatu statement yang sangat bagus, terlepas dari apapun, tetap mau menunjukkan kesungguhannya. Two thumbs up!

Itulah keadaannya, orang-orang melihat kita dari HASIL bukan PROSES. Kelihatannya sepintas memang tidak adil, usaha keras yang merupakan proses seakan percuma apabila hasilnya jelek, tapi itulah hidup. Hasil adalah bukti nyata dari apa yang kita lakukan. Proses bukan bukti, proses adalah cara untuk menunjukkan bukti itu.

Sadar atau tidak, kita pun sudah mengalaminya dalam kehidupan kita. Contohnya adalah sekolah atau kuliah. Keberhasilan akademik sesorang mutlak dilihat dari Indek Prestasi (IP). Mau bagaimana pun belajarnya, berapa jam sehari dia belajar, mencontek ataupun kerja sama, yang akan dilihat adalah nilai "A". Nilai A berarti berhasil. Itu adalah hasil. Jika seorang mahasiswa sudah belajar keras tapi mendapat nilai B, sedangkan temannya yang belajar santai mendapatkan nilai A, adilkah itu? Sepintas memang tidak adil, tapi itulah standar penilaiannya. Apakah IPK di bawah 3 berarti lebih bodoh daripada yang di atas 3? Belum tentu, tetapi jika sebuah perusahaan memiliki standar IPK untuk calon karyawan fresh graduate adalah 3, apakah perusahaan itu akan menerima dengan mudah calon karyawan yang memiliki IPK di bawah 3 dengan anggapan bahwa belum tentu dia lebih bodoh? Jelas tidak, memang ada tes lagi tetapi seleksi awal adalah IPK. Yang memenuhi standar akan masuk. Ngapain perusahaan repot-repot cari tahu serajin apa selama dia kuliah? Sama sekali tidak perlu. Itu adalah contoh suatu penilaian mutlak berdasarkan hasil tanpa melihat proses.

Contoh lain yang paling sering adalah menilai presiden atau pemerintahan negara kita sendiri. Apakah penilai orang terhadap SBY adalah berdasarkan proses? Tentu tidak, hasil yang dilihat. Orang menilai dari apa saja perbaikan di negara ini pada saat dia memerintah baik dari ekonomi, sosial, hubungan dengan negara lain maupun olahraga. Tingkat kemiskinan masih tinggi, berarti dia gagal. Harga sembako naik, berarti dia gagal. Apakah orang melihat proses apa yang dilakukan? Bagaimana rapat-rapat yang dilakukan? Apa saja yang dilakukannya tiap hari hingga kantung matanya hitam dan membesar seperti itu? Hal seperti itu tidak perlu diketahui, hanya akan menghabiskan waktu saja untuk mengetahui hal seperti itu. Yang penting adalah hasilnya, karena itulah yang berdampak langsung dan apa yang rakyat rasakan.

Bukannya mengesampingkan proses, tetapi pada akhirnya hasil lah yang menjadi bukti dan dilihat. Proses adalah cara untuk mencapai hasil, dengan proses yang baik kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang baik akan lebih besar. Sebaliknya jika prosesnya buruk, kemungkinan untuk mendapatkan hasil baik akan lebih kecil. Sebagai contoh kuliah tadi, dengan mengikuti pelajaran dengan baik dan belajar lebih rajin tentunya kemungkinan untuk mendapatkan nilai A akan lebih besar dibandingkan malas-malasan.

Dunia melihat kita berdasarkan hasil dan sedikit sekali yang akan mempedulikan prosesnya. Maka, sebagai seorang pelaku, buatlah proses yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik. Selalulah berusaha keras dan ingatlah bahwa tidak ada usaha yang percuma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar