Jumat, 04 Februari 2011

Kemacetan Jakarta

Ini topik yang sangat sering dibicarakan, apalagi setiap senin pagi. Banyak orang mengeluh soal ini dan bersolusi macam-macam. Sulit diatasi karena masalahnya kompleks tetapi setidaknya saya ingin mengajak semua orang untuk mengatasinya dimulai dari diri kita sendiri.

Macet terjadi karena luas jalan tidak cukup menampung volume kendaraan. Menurut sebuah buku yg pernah saya baca, kendaraan utama yang membuat macet adalah mobil. Motor memang jumlahnya banyak, tetapi ukurannya kecil dan hanya memenuhi sebagian kecil ruas jalan. Truk yang ukurannya besar jumlahnya tidak terlalu tinggi. Kemacetan umumnya terjadi pada saat jam pergi dan pulang kantor. Jadi, bisa disimpulkan bahwa mobil pribadilah yang membuat Jakarta macet.

Dengan melihat faktor luas jalan dan volume kendaraan, solusinya adalah membangun jalan baru atau mengurangi volume kendaraan. Membangun jalan tentu saja membutuhkan biaya yang banyak dan waktu konstruksi yang sangat lama. Jalan bertambah tetapi kendaraan juga makin bertambah tetap saja tidak akan cukup menampung volume kendaraan dan akan terjadi kemacetan lagi. Solusi paling memungkinkan adalah mengurangi jumlah kendaraan. Jika satu mobil hanya diisi satu orang, bukankah sangat tidak efisien?

Jumlah kendaraan yang banyak terjadi karena memang jumlah penduduk Jakarta yang sangat banyak. Banyak pendatang yang pada umumnya mencari atau mendapat pekerjaan di Jakarta, termasuk saya. Memang banyak sekali lapangan pekerjaan. Tetapi saya tidak akan membahas masalah ini karena terlalu kompleks. Sudah puluhan tahun Indonesia tersentralisasi di Jakarta. Untuk itu ada pembahasan dan solusi lain.

Banyak usaha yang dilakukan pemerintah, antara lain peraturan 3 in 1 di jalan Sudirman-Thamrin pada saat jam pergi dan pulang kantor. Daerah tersebut merupakan daerah perkantoran. Jika ribuan karyawan masing-masing menggunakan mobil pribadi, akan ada ribuan mobil juga di jalan tersebut. Dengan adanya peraturan itu, diharapkan jumlah kendaraan pada jam-jam tersebut akan berkurang sehingga tidak terjadi kemacetan. Tetapi, peraturan itu memunculkan pekerjaan baru, yaitu joki.

Cara lain adalah busway. Dengan adanya busway, diharapkan orang-orang yang naik kendaraan pribadi akan naik busway. Itulah kenapa jalur busway adalah jalur-jalur penting di Jakarta. Jika 60 orang masing-masing biasanya mengendarai 1 mobil, dengan naik 1 bus akan berkurang 60 mobil di jalan. Dengan 10 bus saja, akan berkurang 600 mobil. Tapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Yang terjadi adalah para penumpang busway itu adalah para pengendara bis umum yang beralih kendaraan umum ke busway. Hasilnya tetap saja banyak mobil pribadi di jalan.

Hal lain yang kabarnya akan dilakukan adalah pemberlakuan pajak yang tinggi untuk pembelian mobil. Sekarang beli mobil sangat mudah dan bisa kredit, tidak aneh jika banyak yang membeli mobil. Mobil pribadi memang lebih aman dan faktor gengsi juga.

Perlu disadari bahwa kita pun adalah orang yang membuat penuh Jakarta apalagi kita mengendarai mobil pribadi sendirian. Kalau kita terjebak macet, ya itu resiko kita, orang kita sendiri yang membuat penuh jalan kok. Jika mau berbuat, cukup dengan naik kendaraan umum, itu akan mengurangi 1 mobil di jalan.

Harus saya akui bahwa belum ada kendaraan umum yang betul-betul aman dan nyaman. Saat ini busway lah yang paling baik, biarpun masih ada copet dan berdesak-desakan. Untuk masalah copet kita mulai dari kewaspadaan dan antisipasi diri kita sendiri. Jaga diri masing-masing. Jika melihat para penumpang apalagi ibu-ibu berdesakan di bis umum, saya termasuk beruntung karena rute tempat tinggal dan kantor dilewati jalur busway.

Semua dimulai dari kita sendiri, sebelum mengeluh dan menyalahkan lebih baik berkaca dan melihat diri kita terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar